Nama Peristiwa/Kerajaan
Kerajaan Islam Tahun terjadi
Penyebaran Islam
1200-1600
Kesultanan Samudera Pasai
1267-1521
Kesultanan Ternate
1257-sekarang
Kerajaan Pagaruyung
1500-1825
Kesultanan Malaka
1400-1511
Kerajaan Inderapura
1500-1792
Kesultanan Demak
1475-1548
Kesultanan Kalinyamat
1527-1599
Kesultanan Aceh
1496-1903
Kesultanan Banjar
1520-1860
Kesultanan Banten
1527-1813
Kesultanan Cirebon
1430-1666
Kerajaan Tayan
Abad ke-15 – sekarang
Kesultanan Mataram
1588-1681
Kesultanan Palembang
1659-1823
Kesultanan Siak
1723-1945
Kesultanan Pelalawan 1725-1946
Kolonialisme Belanda
Portugis 1512-1850
VOC 1602-1800
Belanda 1800-1942
Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional 1899-1942
Pendudukan Jepang (1942–1945)
Revoulusi Nasional 1945-1950
B. Latar Belakang, Masa Kejayaan dan Kemunduran, Sistem Politik, serta Peran Wali Songo di dalam Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
1. Aceh
Menjelang abad ke-13 SM, di pesisir Aceh sudah ada pemukiman Muslim. Persentuhan antara penduduk pribumi dengan pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan India memang pertama kali terjadi di daerah ini. Oleh karena itu, diperkirakan proses Islamisasi sudah berlangsung sejak persentuhan itu terjadi. Kerajaan Islam yang terkenal di Aceh adalah Samudera Pasai. Sejarah kerajaan Samudera Pasai diperkirakan mulai berdiri pada tahun 1267. Kerajaan ini merupakan sebuah kerajaan Islam dengan pusat operasi di patai utara Sumatera, tepatnya di sekitar Lhokseumawe, Aceh Utara. Sumber sejarah yang biasa digunakan oleh para sejarawan untuk meneliti kerajaan ini adalah Hikayat Raja-raja Pasai, sebuah buku dalam bahasa Melayu dimana buku ini bercerita tentang salah satu kerajaan Islam yang pertama muncul di Indonesia, yaitu Samudera Pasai. Hal ini dikarenakan hingga kini sangat sedikit bukti-bukti arkeologis yang bisa menjadi dasar awal penelusuran kerajaan Islam ini. Selain Hikayat Raja-raja Pasai, mereka juga mengaitkan cerita dalam buku itu dengan makam-makam milik raja, serta dengan penemuan koin-koin dari emas dan perak yang terbubuhi nama raja yang saat itu sedang memerintah.
Yang menjadi penoreh pertama tinta sejarah kerajaan Samudera Pasai ini adalah Marah Silu yang memiliki gelar Sultan Malik as-Saleh pada tahun 1267-an. Marah Silu sebelumnya adalah raja Pasai yang menggantikan Sultan Malik al-Nasser. Pada waktu itu, Marah Silu berada di kawasan dengan nama Semerlanga. Marah Silu wafat pada tahun 696 Hijriah atau sekitar tahun 197 Masehi. Dalam buku Hikayat Raja-raja Pasai dan juga Sulalatus Salatin, nama Pasai dan Samudera dipisahkan, karena mereka berdua merupakan dua daerah yang sama sekali berbeda. Meski begitu, catatan Tiongkok tidak membedakan kedua nama ini. Marco Polo juga mencatat daftar kerajaan di Sumatera, dimana dari sepanjang pulau bisa ditemukan nama Ferlec atau Perlak, Basma, dan Samara atau Samudera.
Selepas Sultan Malik as-Saleh, pemerintahan di kerajaan Pasai dipegang oleh putranya, Sultan Muhammad Malik az-Sahir yang merupakan buah perkawinan antara dia dengan putri dari Raja Perlak. Samudera Pasai mencapai kejayaannya sebagai satu-satunya kerajaan Islam yang menyebarluaskan dakwah hampir ke seluruh Sumatra dan sebagai tonggak awal penyebaran Islam di Indonesia. Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan Sultan Pasai meminta bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan Pasai sendiri akhirnya runtuh sesudah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, & kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye [Sungai Jambu Air] dengan Krueng Pase [Sungai Pasai], Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tak memiliki benteng pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, & pasar serta dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar namun ombaknya menggelora & mudah mengakibatkan kapal terbalik. Sehingga penamaan Lhokseumawe yang bisa bermaksud teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan dengan ini.
Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar & kadi. Sementara anak-anak sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, & penguasanya juga bergelar sultan.
Penyebaran Islam oleh Samudera Pasai tidak dibantu oleh peran walisongo. Namun, Samudera Pasailah yang melahirkan walisongo itu. Ketika masa Walisongo melaksanakan tugasnya yaitu memperkenalkan agama Islam pada masyarakat Jawa, pada saat itu adalah era (kekacauan) melemahnya dominasi Hindu-Budha (Majapahit) dalam budaya Nusantara untuk kemudian digantikan dengan kebudayaan Islam, dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16. Dan sebelumnya di Aceh pada abad ke 9, telah berdiri sebuah kerajaan Kesultanan Islam Peureulak, yang kemudian menjadi kerajaan Islam terbesar dan megah di Asia Tenggara pada masa Sultan Malikussaleh di abad 13. Jadi dengan demikian terlihat jelas bahwa kerajaan Samudera Pasai telah berkontribusi besar dalam meng-Islamkan masyarakat Jawa dengan melihat pendekatan abad, dan saat itu pula para Mubaliqh dari Pasai di tugaskan untuk berdakwah ke Jawa yaitu yang dipimpin oleh Maulana Malik Ibrahim, yang kemudian dikenal Walisongo.
2. Riau
Salah satu kerajaan Islam yang terkenal di Riau adalah kerajaan Siak. Kesultanan Siak Sri Inderapura ialah sebuah Kerajaan Melayu Islam yg pernah berdiri di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, Indonesia. Kerajaan ini didirikan di Buantan oleh Raja Kecil dari Pagaruyung bergelar Sultan Abdul Jalil pada tahun 1723, sesudah sebelumnya terlibat dlm perebutan tahta Johor. Dalam perkembangannya, Kesultanan Siak muncul sebagai sebuah kerajaan bahari yg kuat & menjadi kekuatan yg diperhitungkan di pesisir timur Sumatera & Semenanjung Malaya di tengah tekanan imperialisme Eropa. Jangkauan terjauh pengaruh kerajaan ini sampai ke Sambas di Kalimantan Barat, sekaligus mengendalikan jalur pelayaran antara Sumatera dan Kalimantan. Pasang surut kerajaan ini tak lepas dari persaingan dlm memperebutkan penguasaan jalur perdagangan di Selat Malaka. Kejayaannya dicapai pada masa pemerintahan Sultan Abdul Jalil. Dengan klaim sebagai pewaris Malaka, pada tahun 1724-1726 Sultan Abdul Jalil melakukan perluasan wilayah, dimulai dengan memasukan Rokan ke dalam wilayah Kesultanan Siak, membangun pertahanan armada laut di Bintan. Namun tahun 1728 atas perintah Raja Sulaiman, Yang Dipertuan Muda bersama pasukan Bugisnya, berhasil menekan Raja Kecil keluar dari kawasan kepulauan. Raja Sulaiman kemudian menjadikan Bintan sebagai pusat pemerintahannya & atas keberhasilan itu Yang Dipertuan Muda diberi kedudukan di Pulau Penyengat. Sementara Raja Kecil terpaksa melepas hegemoninya pada kawasan kepulauan & mulai membangun kekuatan baru pada kawasan sepanjang pesisir timur Sumatera. Antara tahun 1740-1745, Raja Kecil kembali bangkit & menaklukan beberapa kawasan di Semenanjung Malaya.
Kemundurannya ketika terjadi ekspansi kolonialisasi Belanda ke kawasan timur Pulau Sumatera yang tak mampu dihadang oleh Kesultanan Siak, dimulai dengan lepasnya Kesultanan Deli, Kesultanan Asahan & Kesultanan Langkat, kemudian muncul Inderagiri sebagai kawasan mandiri. Begitu juga di Johor kembali didudukan seorang sultan dari keturunan Tumenggung Johor, yg berada dlm perlindungan Inggris di Singapura. Sementara Belanda memulihkan kedudukan Yang Dipertuan Muda di Pulau Penyengat & kemudian mendirikan Kesultanan Lingga di Pulau Lingga. Selain itu Belanda juga mempersempit wilayah kedaulatan Siak, dengan mendirikan Residentie Riouw pemerintahan Hindia-Belanda yg berkedudukan di Tanjung Pinang. Penguasaan Inggris atas Selat Melaka, mendorong Sultan Siak pada tahun 1840 untuk menerima tawaran perjanjian baru mengganti perjanjian yg telah mereka buat sebelumnya pada tahun 1819. Perjanjian ini menjadikan wilayah Kesultanan Siak semakin kecil & terjepit antara wilayah kerajaan kecil lainnya yg mendapat perlindungan dari Inggris. Demikian juga pihak Belanda menjadikan kawasan Siak sebagai salah satu bagian dari pemerintahan Hindia-Belanda, sesudah memaksa Sultan Siak menandatangani perjanjian pada 1 Februari 1858. Dari perjanjian tersebut Siak Sri Inderapura kehilangan kedaulatannya, kemudian dlm setiap pengangkatan raja Siak mesti mendapat persetujuan dari Belanda. Selanjutnya dlm pengawasan wilayah, Belanda mendirikan pos militer di Bengkalis serta melarang Sultan Siak membuat perjanjian dengan pihak asing tanpa persetujuan Residen Riau pemerintahan Hindia-Belanda. Perubahan peta politik atas penguasaan jalur Selat Malaka, kemudian adanya pertikaian internal Siak & persaingan dengan Inggris & Belanda melemahkan pengaruh hegemoni Kesultanan Siak atas wilayah-wilayah yg pernah dikuasainya. Tarik ulur kepentingan kekuatan asing terlihat pada Perjanjian Sumatera antara pihak Inggris & Belanda, menjadikan Siak berada pada posisi yg dilematis, berada dlm posisi tawar yg lemah. Kemudian berdasarkan perjanjian pada 26 Juli 1873, pemerintah Hindia-Belanda memaksa Sultan Siak, untuk menyerahkan wilayah Bengkalis kepada Residen Riau. Namun di tengah tekanan tersebut Kesultanan Siak masih mampu tetap bertahan sampai kemerdekaan Indonesia, walau pada masa pendudukan tentara Jepang sebagian besar kekuatan militer Kesultanan Siak sudah tak berarti lagi.
Sistem politik yang dianut kerajaan Siak yaitu dipengaruhi oleh Kerajaan Pagaruyung. Sesudah Sultan Siak, terdapat Dewan Menteri yg mirip dengan kedudukan Basa Ampek Balai di Minangkabau. Dewan Menteri ini memiliki kekuasaan untuk memilih & mengangkat Sultan Siak, sama dengan Undang Yang Ampat di Negeri Sembilan. Dewan Menteri bersama dengan Sultan menetapkan undang-undang serta peraturan bagi masyarakatnya.
Dewan menteri ini terdiri dari:
1. Datuk Tanah Datar
2. Datuk Limapuluh
3. Datuk Pesisir
4. Datuk Kampar
Seiring dengan perkembangan zaman, Siak Sri Inderapura juga melakukan pembenahan sistem birokrasi pemerintahannya. Hal ini tak lepas dari pengaruh model birokrasi pemerintahan yg berlaku di Eropa maupun yg diterapkan pada kawasan kolonial Belanda atau Inggris. Modernisasi sistem penyelenggaraan pemerintahan Siak terlihat pada naskah Ingat Jabatan yg diterbitkan tahun 1897.
3. Jawa
Proses Islamisasi sudah berlangsung di Jawa sejak abad ke-11 M, meskipun belum meluas. Hal ini terbukti dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik yang berangka tahun 475 H (1082 M). Kerajaan Islam pertama di Jawa ialah kerajaan Demak. Kerajaan Islam Demak didirikan oleh Sultan Fatah pada tahun 1482 M setelah runtuhnya Kerajaan Syiwo-Buddho Mojopahit di tangan Girindro Wardhono pada tahun 1478 M . Ia merupakan anak dari istri Prabu Brawijaya V, seorang muslimah keturunan Cina yang dihadiahkan kepada Ario Damar sebagai adipati Palembang. Raden Fatah tumbuh dan dibesarkan di Palembang.
Raden patah adalah bangsawan kerajaan Majapahit yang telah mendapatkan pengukuhan dari Prabu Brawijaya yang secara resmi menetap di Demak dan mengganti nama Demak menjadi Bintara. Raden Patah menjabat sebagai adipati kadipaten Bintara, Demak. Atas bantuan daerah-daerah lain yang sudah lebih dahulu menganut islam seperti Jepara, Tuban dan Gresik, ia mendirikan Kerajaan Islam dengan Demak sebagai pusatnya. Raden patah sebagai adipati Islam di Demak memutuskan ikatan dengan Majapahit saat itu, karena kondisi Kerajaan Majapahit yang memang dalam kondisi lemah. Bisa dikatakan munculnya Kerajaan Demak merupakan suatu proses Islamisasi hingga mencapai bentuk kekuasaan politik. Apalagi munculnya Kerajaan Demak juga dipercepat dengan melemahnya pusat Kerajaan Majapahit sendiri, akibat pemberontakan serta perang perebutan kekuasaan di kalangan keluarga raja-raja. Sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa, Kerajaan Demak sangat berperan besar dalam proses Islamisasi pada masa itu. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Wilayah kekuasaan Demak meliputi Jepara, Tuban, Sedayu Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Di samping itu, Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan transito (penghubung).
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Kerajaan Demak mengalami masa kejayaannya, Islam berkembang lebih luas lagi. Sultan Trenggono mengirim Fatahillah, bawahannya yang berasal dari Samudera Pasai, ke Banten. Dalam perjalanannya bertemu dengan Syarif Hidayatullah. Bersama dengan pasukan Cirebon Fatahillah berhasil menaklukkan Banten dan Pajajaran. Setelah Sultan Trenggono wafat, Kerajaan Demak mengalami kemunduran, karena terjadi perebutan kekuasaan antara Sunan Prawoto dan Arya Penangsang. Arya Penangsang adalah Bupati Jipang (sekarang Bojonegoro), yang merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan Demak. Ia berhasil membunuh Sunan Prawoto dan juga adiknya Pangeran Hadiri. Usaha Arya Penangsang dihalangi Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggono. Joko Tingkir mendapat dukungan tokoh tertua Demak, yaitu Ki Gede Pemanahan dan Ki Penjawi. Dalam pertempuran Arya Penangsang terbunuh oleh Jaka Tingkir, sehingga kerajaan jatuh ke tangan Jaka Tingkir. Kemudian Jaka Tingkir menjadi raja dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Ia memindahkan pusat Kerajaan Demak ke daerah Pajang dan menyerahkan pusaka-pusaka Kerajaan Pajang sebagai lambang keturunan langsung kerajaan Demak. Sebagai rasa terima kasih kepada Ki Gede Pemanahan, Sultan Hadiwijaya memberikan daerah perdikan (otonom) yang disebut Mataram dan menjadi penguasanya dengan gelar Ki Gede Mataram. Sehingga kerajaan Demak telah berubah menjadi bagian kerajaan Pajang.
Sultan Hadiwijaya memperluas kekuasaannya hingga ke Blora, Kediri dan Madiun. Ia wafat pada tahun 1587 M. Penggantinya bukanlah putranya Pangeran Benawa, melainkan putra Sunan Prawoto yang bernama Aria Pangiri. Pangeran Benawa yang diangkat sebagai penguasa Jipang tidak puas dan meminta bantuan Sutawijaya, putra Ki Ageng Mataram untuk merebut tahta Kerajaan Pajang. Pada tahun 1588 M, Sutawijaya dan Pangeran Benawa berhasil merebut Pajang dan menyerahkan secara simbolis hak kuasanya kepada Sutawijaya, sehingga Pajang menjadi bagian kekuasaan Kerajaan Mataram.
Berdirinya kerajaan Demak dan tersebarnya Islam di tanah Jawa diprakarsai oleh para Walisongo di bawah pimpinan Sunan Ampel Denta. Walisongo bersepakat mengangkat Raden Fatah sebagai raja pertama Kerajaan Demak dengan gelar Senopati Jinbun Ngabdurrahman Panembahan Palembang Sayidin Panataagama. Salah satu peninggalan Walisongo adalah Masjid Demak yang memiliki satu tiang utama dan disebut Soko Tatal serta Tradisi Sekaten yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga untuk menarik masyarakat memeluk Islam
4. Banten
Sebelum zaman keislaman di Indonesia, Banten telah menjadi kota yang disorot sejarah, sejak raja-raja Sunda berkuasa. Dalam tulisan Sunda Kuno, cerita Parahyangan, disebut-sebut nama Wahanten Girang yang diduga adalah Banten yakni sebuah kota pelabuhan di ujung Barat pantai Utara Jawa. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dlm bidang ekonomi & politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan & penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yg waktu itu masih merupaken pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dlm penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu, Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut. Seiring dengan kemunduran Demak terutama sesudah meninggalnya Trenggana, Banten yg sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri & menjadi kerajaan yg mandiri.
Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570 melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yg mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dlm mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dlm penaklukkan tersebut. Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yg mengambil gelar “Sultan” pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yg ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 & tahun 1629 kepada Charles I. Kesultanan Banten merupaken sebuah kerajaan Islam yg pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Kesultanan Banten merupaken kerajaan maritim & mengandalkan perdagangan dlm menopang perekonomiannya. Monopoli atas perdagangan lada di Lampung, menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai pedagang perantara & Kesultanan Banten berkembang pesat, menjadi salah satu pusat niaga yg penting pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu orang Inggris, Denmark & Tionghoa, Banten berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina & Jepang. Masa Sultan Ageng Tirtayasa [bertahta 1651-1682] dipandang sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten memiliki armada yg mengesankan, dibangun atas contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura [Kalimantan Barat sekarang] & menaklukkannya tahun 1661. Pada masa ini Banten juga berusaha keluar dari tekanan yg dilakukan VOC, yg sebelumnya telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang menuju Banten.
Pada tahun 1808 Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke Anyer & menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yg direncanakan akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten & penghancuran Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan [Istana Surosowan] & kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan & dibuang ke Batavia. Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan Banten telah diserap ke dlm wilayah Hindia Belanda. Kesultanan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti & dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupaken pukulan pamungkas yg mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.
Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yg mandiri, penguasanya menggunakan gelar Sultan, sementara dlm lingkaran istana terdapat gelar Pangeran Ratu, Pangeran Adipati, Pangeran Gusti, & Pangeran Anom yg disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan gelar Mangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar yg memiliki peran dlm administrasi pemerintahan. Sementara pada masyarakat Banten terdapat kelompok bangsawan yg digelari dengan tubagus [Ratu Bagus], ratu atau sayyid, & golongan khusus lainya yg mendapat kedudukan istimewa ialah terdiri atas kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara. Pusat pemerintahan Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten & Ci Karangantu. Di kawasan tersebut dahulunya juga didirikan pasar, alun-alun & Istana Surosowan yg dikelilingi oleh tembok beserta parit, sementara disebelah utara dari istana dibangun Masjid Agung Banten dengan menara berbentuk mercusuar yg kemungkinan dahulunya juga berfungsi sebagai menara pengawas untuk melihat kedatangan kapal di Banten. Berdasarkan Sejarah Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara Masjid Agung Banten & Ci Banten, & dikenal dengan nama Kapalembangan. Sementara pada kawasan alun-alun terdapat paseban yg digunakan oleh Sultan Banten sebagai tempat untuk menyampaikan maklumat kepada rakyatnya. Secara keseluruhan rancangan kota Banten berbentuk segi empat yg dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau representasi yg dikenal dengan nama mandala. Selain itu pada kawasan kota terdapat beberapa kampung yg mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan [Persia] & Kampung Pecinan. Kesultanan Banten telah menerapkan cukai atas kapal-kapal yg singah ke Banten, pemungutan cukai ini dilakukan oleh Syahbandar yg berada di kawasan yg dinamakan Pabean. Salah seorang syahbandar yg terkenal pada masa Sultan Ageng bernama Syahbandar Kaytsu.
Penyebaran Islam di Banten dilakukan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, pada tahun 1525 M dan 1526 M. Seperti di dalam naskah Purwaka Tjaruban Nagari disebutkan bahwa Syarif Hidayatullah setelah belajar di Pasai mendarat di Banten untuk meneruskan penyebaran agama Islam yang sebelumnya telah dilakukan oleh Sunan Ampel. Pada tahun 1475 M, beliau menikah dengan adik bupati Banten yang bernama Nhay Kawunganten, dua tahun kemudian lahirlah anak perempuan pertama yang diberinama Ratu Winahon dan pada tahun berikutnya lahir pula pangeran Hasanuddin. Setelah Pangeran Hasanuddin menginjak dewasa, syarif Hidayatullah pergi ke Cirebon mengemban tugas sebagai Tumenggung di sana. Adapun tugasnya dalam penyebaran Islam di Banten diserahkan kepada Pangeran Hasanuddin, di dalam usaha penyebaran agama Islam Ini Pangeran Hasanuddin berkeliling dari daerah ke daerah seperti dari G. Pulosari, G. Karang bahkan sampai ke Pulau Panaitan di Ujung Kulon. (Djajadiningrat;1983:34) Sehingga berangsur-angsur penduduk Banten Utara memeluk agama Islam. (Roesjan;1954:10) Dalam Babad Banten menceritakan bagaimana Sunan Gunung Jati bersama Maulana Hasanuddin, melakukan penyebaran agama Islam secara intensif kepada penguasa Banten Girang beserta penduduknya. Beberapa cerita mistis juga mengiringi proses islamisasi di Banten, termasuk ketika pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah kepada penduduk pedalaman Sunda, yang ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu(Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.
5. Kalimantan
Di pulau Kalimantan terdapat beberapa kerajaan yang bercorak Islam. Salah satu kerajaan Islam yang besar adalah Kerajaan Banjar (Banjarmasin) di Kalimantan Selatan. Pada mulanya, Kerajaan Banjar adalah kerajaan bercorak Hindu yang memiliki hubungan dengan Majapahit. Kerajaan Banjar pada awalnya terdiri atas beberapa kerajaan kecil, yaitu Negara Dipa, Daha, dan Kahuripan. Sebelum menjadi kerajaan Islam, Kerajaan Banjar telah diperintah oleh tujuh orang raja. Raja pertama ialah Pangeran Surianata(1438-1460) dan raja terakhir ialah Pangeran Tumenggung(1588-1595). Selama Pangeran Tumenggung memerintah, situasi politik di Kerajaan Banjar berada dalam keadaan rawan dan roda pemerintahan tidak dapat berjalan dengan baik. Pusat pemerintahan lalu dipindahkan dari Daha ke Danau Pagang, dekat Amuntai. Pangeran Samudera yang berada di pengasingan secara diam-diam menyusun kekuatan untuk menaklukkan Pangeran Tumenggung. Akibatnya, pada tahun 1595 terjadi perang saudara yang berakhir dengan kemenangan di pihak Pangeran Samudera. Keberhasilan Pangeran Samudera tidak terlepas dari dukungan umat Islam di wilayah Banjar serta dukungan Patih Masih dengan prajurit Kerajaan Demak. Setelah masuk Islam, Pangeran Samudera berganti nama menjadi Pangeran Suriansyah. Kemudian ia memindahkan pusat pemerintahan ke suatu tempat yang diberi nama Bandar Masih, sekarang Banjarmasin. Peristiwa ini tercatat sebagai awal berdirinya Kerajaan Banjar yang bercorak Islam dan masa kebangkitan orang-orang Islam di Kalimantan.
Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada dekade pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang. Secara praktis, barat daya, tenggara , dan timur pulau Kalimantan membayar upeti pada Kerajaan Banjarmasih. Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan Demak, tetapi pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa. Kemudian, kemunduran kerajaan Banjar ketika Pangeran Antasari turun tahta. Pengganti Pangeran Antasari adalah puteranya yang bernama Muhammad Seman. Di mata rakyat, beliau merupakan sultan Kesultanan Banjar terakhir yang mendapatkan tugas utama untuk menggantikan sang ayah dalam menjaga nyala api perlawanan dalam Perang Banjar. Perlawanan Muhammad Seman terpaksa harus terhenti karena beliau meninggal dunia dalam suatu pertempuran melawan Belanda di sungai Manawing pada tahun 1905. Beliau dimakamkan di puncak gunung di Puruk Cahu Dengan meninggalnya Muhammad Seman, berarti riwayat Kesultanan Banjar juga telah berakhir. Setelah Perang Banjar (1859-1905), Belanda membuat beberapa keputusan, antara lain Kesultananan Banjar dihapuskan dan seluruh bekas daerah Kesultanan Banjar dimasukkan ke dalam tatanan baru Residentie Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo . Dengan demikian berakhirlah riwayat Kesultanan Banjar yang telah berlangsung selama 379 tahun (1526-1905).
6. Sulawesi
Awal mula masuknya Islam ke Sulawesi yaitu ketika berdirinya kerajaan Gowa-Tallo, dua kerajaan kembar yang saling berbatasan.Pada awalnya, Kerajaan Gowa merupakan satu kerajaan yang sangat jaya di Makassar. Namun, pada masa pemerintahan raja Gowa VI yang bernama Tonatangka Lopi, wilayah Gowa dibagikan kepada dua orang putranya, yaitu Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero. Batara Gowa melanjutkan pemerintahan ayahnya sebagai raja Gowa VII di kerajaan Gowa. Sedangkan, adiknya yang bernama Karaeng Loe ri Sero mendirikan kerajaannya sendiri yang bernama kerajaan Tallo. Sehingga dua kerajaan ini pun dikenal dengan “Kerajaan Kembar”. Pada awal abad ke-16, kerajaan Gowa dan Tallo dijadikan satu kerajaan pada masa kepemimpinan Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna, sehingga berubah nama menjadi kerajaan Makassar. Pada masa pemerintahannya, kerajaan Gowa-Tallo atau kerajaan Makassar dapat menjadi pusat perdagangan di Nusantara Bagian Timur. Ketika Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna meninggal dunia, tahta kerajaan digantikan oleh raja Gowa X, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga, dan pada saat pemerintahannya sudah banyak para pedagang Islam Nusantara yang menetap di Makassar. Setelah I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipalangga meninggal dunia dan setelah pergantian raja beberapa kali akibat permasalahan-permasalahan internal, maka diangkatlah I Mangarangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin sebagai raja Gowa XIV. Sultan Alauddin merupakan raja Makassar yang pertama masuk Islam. Sejak Gowa-Tallo tampil sebagai pusat perdagangan laut, kerajaan ini menjalin hubungan baik dengan Ternate yang telah menerima Islam dari Gresik/Giri. Pada saat itu, Sultan Baabullah dari pihak Ternate, mengadakan perjanjian persahabatan dengan Gowa-Tallo sekaligus menjadi kali pertama raja Ternate mengajak raja Gowa-Tallo untuk menganut Islam, tetapi gagal. Baru setelah Datu’Ri Bandang datang ke kerajaan Gowa-Tallo, agama Islam mulai masuk kerajaan ini.
Kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang dapat menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan daerah Makasar tersebut sampai ke Nusa Tenggara Barat. Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur dapat dikuasainya. Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku. Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk melawan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur
Keruntuhan kerajaan Makassar ditandai dengan upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar. Raja Bone Aru Palaka meminta bantuan Belanda untuk menyerang Hasanuddin karena wilayahnya dikuasai Gowa Tallo, maka dengan cepat Belanda menyambutnya. Belanda menyerang dari laut, sedangkan Aru Palaka menyerang dari darat. Dengan tekanan yang demikian berat akhirnya Belanda mempu memaksa Gowa Tallo menandatangani Perjanjian Bongaya (1667). Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar. Akibat dari kekalahan dari VOC akhirnya mengakhiri Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan berakhir pula peranannya sebagai pelabuhan transito yang besar.
7. Maluku
Maluku adalah daerah yang dikenal dengan julukan Negeri Seribu Pulau. Pada awalnya, Maluku lebih dikenal dengan nama Ternate, Tidore, Makian, dan Moti. Secara keseluruhan disebut “Moloku Kie Raha”, artinya “Persatuan Empat Kolano” (kerajaan). Menurut sejarawan Islam, M. Saleh Putuhena, pedagang yang datang pertama kali di Maluku adalah para pedagang Melayu dan Jawa. Sehingga, membuka peluang bagi para pedagang Arab, India, Persia, dan China. Kerajaan yang cukup terkenal adalah kerajaan Ternate. Pulau Gapi (kini Ternate) berdiri pada abad ke-13 yang beribu kota di Sampalu, penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di Ternate terdapat 4 kampung yang masing - masing dikepalai oleh seorang momole (kepala marga), merekalah yang pertama – tama mengadakan hubungan dengan para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah – rempah. Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa, Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai raja. Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam Lamo” atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku. Awal masuknya Islam ketika pada masa itu, gelombang perdagangan Muslim terus meningkat, sehingga raja menyerah kepada tekanan para pedagang Muslim itu dan memutuskan belajar tentang Islam pada madrasah Giri. Kemudian, ia dikenal dengan nama Raja Bulawa atau raja Cengkeh, mungkin karena ia membawa cengkeh sebagai hadiah. Ketika kembali dari Jawa, ia mengajak Tuhubahahul ke daerahnya. Lalu, ia pun dikenal juga sebagai penyebar utama Islam di kepulauan Maluku.
Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Pada saat itu wilayah kerajaan Ternate sampai ke daerah Filipina bagian selatan bersamaan pula dengan penyebaran agama Islam. Oleh karena kebesaransnya, Sultan Baabullah mencapa sebutan “Yang dipertuan” di 72 pulau. Sedangkan, kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
C. Pengaruh Kesultanan Islam dalam Perkembangan Masyarakat Indonesia
Berikut pengaruh Kesultanan Islam daam beberapa bidang:
1. Bidang Politik
Kehadiran Islam di beberapa tempat mendorong terjadinya perubahan pola kekuasaan dan melahirkan kesatuan-kesatuan politik Islam dalam bentuk kesultanan. Agama Islam juga membawa berbagai pandangan baru yang revolusioner untuk masa itu. Dalam kancah politik Islam memiliki doktrin bahwa rasa nasionalisme terhadap tanah air menjadi ciri mendasar ajaran Islam itu sendiri. Doktrin yang dimiliki Agma Islam tersebut yang akhirnya mengugah rasa nasionalisme yang kuat terhadap hati mayoritas masyarakat.muslim di Indonesia. Untuk berjuang memepertahankan bumi pertiwi. Nasionalisme dibuktikan secara langsung (fisik) maupun dengan cara diplomasi. Perjuangan melalui jalur diplomatik seperti yang pernah dilakukan para pahlawan seperti Haji Agus Salim dan Abdoel Moeis sebagai tokoh sentral Sarekat Islam (1915), KH Ahmad Dahlan (1869-1923 M) yang kemudian mendirikan organisasi beeraliran modernis Muhammadiyah (1912 M), KH. Hasyim Asy’ari mendirikan organisasi tradisionalis Nahdatul Ulama (1926 M), dan para pahlawan islam lain yang mencoba melakukan serangkaian usaha demi memajukan bangsa Indonesia. Sebagian besar dari tokoh tersebut juga dicatat sebagai tokoh yang pernah mengonsep Piagam Jakarta yang kemudian dijadikan sebagai dasar pembentukan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila.
2. Bidang Pendidikan
Dalam konteks pekembangan pendidikan di Indonesia, umat Islam juga memliki peran yang signifikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan upaya yang dilakukan oleh para tokoh muslim, sebut saja KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam merespon pendidikan yang diterapkan penjajah Belandayang cukup sekuler, tidak berihak pada rakyat kecil, dan mendikotomikan ilmu pendidikan agama dan ilmu pengetahuan umum, dengan lembaga pendidikan yang bisa merespon kegiatan masyarakat Indonesia secara luaas, yakni pendidikan pesanrendan madrasah. Melalui lembaga pendidikan ini masyarakat Indonesia dapat belajar ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum secara imbang. Melalui lembaga pendidika tersebut sangat diharapkan bangsa Indonesia dapat melahirkan dan mencetak generasi yang mempunyai kualitas keilmuan yang memadai serta memiliki akhlak yang luhur sesuai norma yang berlaku.
3. Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi sosial juga Islam telah membuka masyarakat untuk senantiasa belaku adil dalam makukan transaksi, tida berbuat curang dalam timbangan, harus ada kesepakatan antara penjual dan pembeli sera bagaimana konsep keseimbangan, tidak boros dan tidak berlebihan seperti yang dianjurkan dalam al-Qur’an juga mampu menciptakan suasana kehidupan yang damai dan sejahtera.
4. Bidang Kebudayaan
Islam di Indonesia hadir pada abad ke-11, dimana saat itu Indonesia masih dikuasai olehkerajaan-kerajaan Hindu dan Budha. Salahsatu penyebar Islam terbesar di pulau Jawa adalahWali Songo yang menggunakan kebudayaanyang sudah ada di Jawa untuk menyebarkanagama Islam. Salah satu contohnya adalah wayang. Wayang merupakan teknik bercerita yangsudah ada di Indonesia sejak zaman dahulu.Salah satu teknik wayang yang digunakanuntuk menyebarkan agama Islam adalahwayang golek.Teknik ini digunakan untuk menyebarkanagama Islam dengan menceritakan kisah dariAmir Hamza, paman dari Muhammad.Menurut cerita, pencipta wayang golekadalah Sunan Kudus, salah satu Wali Songo.
D. Kesulthanan Islam pada zaman Penjajahan Belanda, serta meleburnya kesulthanan Islam ke dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
1. Kesultanan Islam pada zaman belanda
Umat Islam Indonesia hidup dalam aneka ragam situasi dan kondisi dari sejak agama Islam masuk ke Indonesia. Tahun 1956 adalah awal kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia. Pada saat Belanda memasuki Indonesia (1596 ) sudah mulai terasa kesulitan menghadapi masyarakat islam tersebut mereka hadapi saat sedang berusaha menancapkan kekuasaannya di Indonesia. Kolonial belanda selalu menghadapi perlawanan gencar dari masyarakat yang menganut agama Islam seperti pertempuran di Banten , Hasanudin di Uung Pandang , perang Diponogoro , perang Padri , perang Aceh dan sebagainya.Untuk melemahkan kepribadian orang – orang Islam di Indonesia , belanda sengaja mengembangkan pendidikan–pendidikan ala barat yang di anggap dapat lebih membimbing masyarakat ke taraf hidup yang lebih baik , yang dijadikan kedok oleh kolonial Belanda untuk melancarkan politik penjajahannya. Di tiap – tiap lembaga pendidikan disebarkan perbedaan-perbedaan itu yang intinya , orang Belanda itu rasional dan orang –orang Timur itu emosional , dan perbedaan dalam proses pengembangan Islam di kerajaan–kerajaan . Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur
Belanda datang ke Indonesia pada akhir abad ke XVI. Pada masa abad XVI ini telah menjadi saksi munculnya kerajaan-kerajaan baru di medan sejarah, terutama di Jawa. Sebagian besar kerajaan-kerajaan itu lazimdisebut kerajaan Islam, sedangkan beberapa daerah di pedalaman maih bersifat Hindu. Perkembangan kerajaan Islam di Maluku, Sulawesi Selatan, dan di daerah lain mulai juga tampak pada abad XVI. Sementara itu masih terdapat kerajaan-kerajaan yang terus eksis dengan memakai sistem tradisional pra Islam , seperti kerajaan Mataram di Jawa. Pada periode tersebut, proses pergantian masa telah berjalan selama satu abad lebih di wilayah Malaka dan kira- kira setengah abad di Jawa.. Kerajaan- kerajaan Islam umumnya berdiri setelah kerajaan lama yang bercorak Budha atau Hindu mengalami kemunduran.Wilayah kerajaan itu pada Umumnya terbatas: Samudra Pasai, Aceh, Malaka, dan beberapa kerajaan. Namun, dalam abad XVI berlangsunglah proses konsentrasi kekuasaan dengan perjuangan kekuasaan, seperti perebutan hegemoni kekuasaan yang semakin kompleks dengan terlibatnya Portugis. Samudra Pasai selanjutnya merupakan bagian dari wilayah kerajaan Aceh. Aceh sendiri menerima pengislaman dari Pasai pada pertengahan abad XVI.1 Ketika Malaka jatuh jatuh ke tangan Portugis , Aceh merupakan bagian dari kerajaan Pidea. Kejatuhan Malaka atas Portugis telah membawa berkah tersendiri bagi pertumbuhan Aceh. Kesultanan Aceh menguasai pesisir barat Sumatra hingga Bengkulu. Pasai direbut dari tangan Portugis oleh penguasa besar pertama Aceh , Ali Mughayat Syah , pada 930 H / 1524 M. Daerah tersebut merupakan pemberian Sultan Minangkabau. Daerah kesultanan dibagi menjadi daerah-daerah kecil yang disebut mukim, yang berjumlah 190 mukim.Menjelang pada abad ke 18 kesultanan Aceh mulai kacau balau, dan tanpa kepemimpinan . Maka pada abad XIX Aceh jatuh ke tangan pemerintah Hindia Belanda.
Di Jawa , kerajaan Demak ( 1518-1550) dipandang sebagai kerajaan islam pertama dan terbesar di Jawa. Pusat kerajaan Islam kemudian berpindah dari Demak ke Pajang kemudian ke Mataram. Berpindahnya pusat pemerintahan itu membawa pengaruh besar yang sangat menentukan perkembangan sejarah islam di Jawa yaitu : Kekuasaan dan sistem politik didasarkan atas basis agraris, mulai mundurnya peranan daerah pesisir dalam perdagangan dan pelayaran , demikian pula Jawa, dan terjadi pergeseran pusat – pusat perdagangan dalam abad ke-17 dengan segala akibatnya. Pada tahun 1916 , seluruh Jawa Timur praktis sudah di dalam kekuasaan Mataram , yang ketika itu di bawah pimpinan Sultan Agung. Pada masa pemerintahan inilah kontak-kontak bersenjata atar kerajaan Mataram dan VOC mulai terjadi.
Sementara itu , berdirinya juga kerajaan Islam di wilayah Indonesia sebelah timur, seperti Maluku , Makasar, Banjarmasin dan sebagainya. Raja-raja tertua dari Maluku adalah raja –raja dari Jailolo.Namun, mengingat penduduk Jailolo lebih kecil didanding Ternate , Tidore , dan Bacan. Ketiga penguasa yang disebut belakangan ini lebih menonjol. Raja pertama yaitu Zainal Abidin.Pada perundingan yang dilakukan di Pulau Motir bahwa Raja Jailolo menjadi raja kedua , raja Tidore menjadi raja ketiga , dan Bacan menjadi raja keempat. Namun, perjanjian itu tidak berlangsung lama , karena pada abad XV urutan berubah . Sultan Ternate kemudian menempatkan diri lagi menjadi raja utama di Maluku. Pada masa itu terjadi perselisihan antara Ternate dan Tidore. Ternate dibantu oleh orang-orang Spanyol dan Tidore dibantu oleh orang-orang Portugis. Tindakan Portugis yang terlalu kasar menyinggung perasaan orang-orang Ternate. Hal ini menimbulkan pemberontakan . Akibatnya , serangan-serangan Portugis di lancarkan ke benteng-benteng kedudukannya pada tahun 1565 , di bawah pimpinan sultan Khairun .kemarahan rakyat Ternate memuncak ketika Sultan Khairun dibunuh secara diam-diampada tahun 1570 di benteng Musquita dengan dalih perundingan. Babullah Daud Syah naik tahta sultan IV .pada 1575 , benteng portugis di ternate direbut oleh Baabullah. Akhirnya Ternate berhasil mengusir Portugis pada 28 Desember 1577.
2. Meleburnya Kesultanan Islam dalam NKRI
NKRI adalah negara berdaulat yang telah mendapatkan pengakuan dari luar dunia Internasional. NKRI didirikan berdasarkan UUD 1945 yang mengatur tentang kewajiban negara terhadap warganya dan hak serta kewajiban warga negara terhadap negaranya dalam suatu sistem kenegaraan. NKRI yang diagung-agungkan selama ini sama sekali tidak berakar seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit, Kerajaan Ngurah Rai, Kerajaan Kutai dan sebagainya. Baik secara resmi atau tidak ia merupakan kumpulan wilayah-wilayah kerajaan tersebut kemudian diberi nama Indonesia oleh penguasa di awal kemerdekaannya.
Pada abad ke-19 dalam sejarahnya , terjadi pertumbuhan kesadaran berbangsa serta gerakan nasionalis di beberapa negara untuk untuk memperjuangkam kemerdekaan bangsanya masing-masing. Peta pemikiran dan pergerakan nasionalisme maupun Islam bisa dilihat dari kebangkitan nasionalisme dan Islam di Indonesia pada awal abad ke-20 ini.Salah satu institusi sosial-politik yang pertama kali muncul dalam awal kemerdekaan adalah terbentuknya Kementrian Agama. Adanya Kementrian Agama ini bertitik tolak dari kantor urusan Agama masa jepang. usulan pembentukan kementrian ini pernah ditolak pada 19 Agustus 1945. Keputusan ini mengecewakan umat islam yang sebelumnya juga telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenan dengan dasar negara , Pancasila , dan bukannya Islam atau Piagam Jakarta. Adanya pembentukan Kementrian Agama tersebut menimbulkan kontroversi, baik dari kalangan non-Muslim , kelompok nasionalisme sekuler maupun kalangan Islam sendiri. Terlepas dari sikap pro kontra ini, tampaknya pembentukan Kementrian Agama lebih didasarkan pada pertimbangan politis daripada urgensi peran yang diperlukan dalam sebuah sitem tata pemerintahan yang baru. Kementrian Agama dibentuk antara lain hanya sebagai penawar kekecewaan sebagai tokoh politik islam yang telah gagal menggolkan Islam untuk dijadikan sebagai dasar negara. Kerenanya pembentukan Kementrian Agama ini selalu dipermasalahkan pada masa-masa selanjutnya. Kementrian agama baru berfungsi sebagai kementrian yang utuh , bukan sekedar bagian dari perjuangan bangsa, setelah kedaulatan negara mendapat pengakuan. Pada tahun 1950, Wahid Hasyim menjadi menteri Agama dalam kabinet pertama Republik Indonesia Serikat (RIS) .
Proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 memberikan kesempatan yang sama bagi rakyatnya untuk berpatisipasi dalam politik. Berbagai aliran politik dapat dengan bebas membentuk partai-partai politik di Indonesia sebagai saran demokrasi seperti yang dinyatakan oleh pasal 28 UUD1945. Umat islam juga berpatisipasi dalam hal ini . Pada 7 dan 8 november 1945 , melalui sebuah kongres umat islam di Yogyakarta , lahirlah dua keputusan:
1. Pembentukan sebuah partai politik dengan nama masyumi
2. Umat islam tidak mempunyai partai lain kecuali masyumi
Maka masyumi adalah partai pertama Islam yang ada di Indonesia .
video by youtube : https://www.youtube.com/watch?v=mTVD_6aU2F8