DIY

Gamelan
sebagai penarik masyarakat Jogja memasuki masjid pada zaman Sri Sultan
Hamengkubuono pada kesultanan Yogjakarta. Dari situlah para masyarakat zaman
dahulu tertarik untuk mendatangi masjid. Pada kesempatan tersebut, di masjid
juga diadakan majlis ta’lim sehingga masyarakat yang sudah ke masjid mau tidak
mau mendengar dan akhirnya timbul rasa penasaran. Dari situlah islam bisa
memasuki celah masyarakat Jogja yang notabene adalah sebagian besar pemeluk
agama Hindu dan Budha pada masa itu.
DEMAK

SEMARANG

Jadi, nama
figur dan kisah dalam Ramayana dan Maha Barata itu pada mulanya berasal dari
wahyu Ilahi. Sedangkan Dalang, yang memainkan wayang tersebut berasal dari kata
Arab “Dallan” artinya penuntun atau penunjuk jalan. Jadi, Dalang itu adalah
orang yang mempertunjukan kisah tentang wayang yang bernuansa petunjuk-petunjuk
Tuhan untuk manusia, baik dalam urusan pribadi, keluarga, pemerintahan, Negara,
hubungan internasional, peperangan dan sebagainya. Ada juga kerajaan antagonis
yaitu Astina (Asysayithon) dengan penguasanya Duryudana (Durjana) yang selalu
bersikap jahat seperti syaithan.
Tokoh
punakawan yang menjadi figur penasehat yang senantiasa memberikan pencerahan
dalam cerita wayang juga memiliki makna yang begitu mendalam dan sarat makna.
Punakawan yang terdiri dari Semar, Gareng Petruk dan Bagong ada kemungkinan
berasal dari kata Semar/Sammir berarti siap sedia, Gareng/Khair berarti
kebaikan/kebagusan, Petruk/Fatruk berarti meninggalkan, sedangkan Bagong/Bagho
artinya lalim atau kejelekan “Sammir Ilal Khairi Fatruk Minal Bagho” yang
artinya“Berangkatlah menuju kebaikan maka kamu akan meninggalkan kejelekan”.
Ini juga selaras dengan perintah Allah SWT supaya “amar ma’ruf nahi munkar”
yaitu “Mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan buruk”.
Dalam cerita
Maha Barata yang mencerita kisah keturunan Pandu Dewanata yang dikenal dengan
Pandawa juga sangat lekat dengan tuntunan ajaran Islam. Pandawa yang terdiri
dari lima bersaudara Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa,
mengisyaratkan kepada Lima Rukun Islam. Sedang tokoh kontranya adalah bala
Kurawa dan Astina yang selalu membuat kemudhorotan. Dalam pementasan wayang,
sang dalang juga selalu menempatkan mereka pada posisi yang berseberangan,
dimana tokoh Pandawa berada dikanan sebagai lambang kebaikan, sedang
Kurawa/Astina selalu di kiri sebagai lambang keburukan.