A. SISTEM
KEMASYARAKATAN PADA MASA KERAJAAN ISLAM
Pada
masa kerajaan-kerajaan Islam, kehidupan masyarakat mengalami pertumbuhan lebih cepat
di daerah pesisir. Daerah pesisir berkembang menjadi suatu perkotaan. Hal ini
terjadi disebabkan di daerah pesisir tumbuh perdagangan. Perdagangan di pesisir
dapat tumbuh karena daerah pesisir merupakan daerah titik temu lalu lintas.
Lalu lintas terjadi, baik antarpulau yang dihubungkan melalui laut maupun dari
pedalaman yang biasanya dihubungkan dengan sungai. Keterikatan daerah pedalaman
atau pedesaan sangat tinggi terhadap daerah pesisir. Struktur masyarakat yang
terbentuk pada masa penyebaran Islam meliputi, sebagai berikut.
1.
Golongan Raja dan Keluarganya
Raja dan keluarganya merupakan
golongan tertinggi dalam struktur masyarakat. Mereka mendapatkan kedudukan yang
terhormat di mata masyarakat. Kompleks keraton merupakan tempat tinggal raja.
Raja mengendalikan kekuasaan atau pemerintahan di ibu kota kerajaan yang
biasanya tempat di mana keraton tersebut berdiri. Keluarga raja termasuk dalam
kelompok bangsawan. Keluarga raja memiliki nama-nama khusus, misalnya priyayi
merupakan sebutan untuk keluarga kerajaan di Mataram, dan kadanghaji untuk
sebutan keluarga raja di Kalimantan.
Keistimewaan keluarga raja dapat
pula disebabkan oleh pendidikan yang mereka peroleh. Pada umumnya keluarga
kerajaan mendapatkan pendidikan yang lebih baik dibanding masyarakat umum. Cara
pendidikan yang dilakukan raja yaitu memanggil guru khusus ke keraton untuk
mendidik anaknya. Selain itu, pendidikan dilakukan juga dengan cara raja
mengirim putranya untuk mengikuti pendidikan di luar atau di tempat-tempat
khusus, misalnya tempat pendidikan agama. Hal tersebut dilakukan misalnya
Pangeran Arya putra raja Banten dididik oleh Ratu Kalinyamat di Jepara.
2. Golongan elite
Selain golongan raja dan keluarganya
yang termasuk golongan tinggi, terdapat pula golongan yang memiliki kedudukan tinggi
dan terhormat di mata masyarakat yaitu golongan elite.Kelompok masyarakat yang
termasuk ke dalam golongan elite yaitu bangsawan, tentara, kaum keagamaan, dan
pedagang. Golongan elite di Kerajaan Mataram disebut kaum priyayi. Mereka ini
biasanya merupakan pejabat pemerintahan. Pengangkatan pejabat pemerintahan
dilakukan oleh raja. Jabatan pemerintahan bisa berasal dari kalangan keluarga
raja sendiri atau orang luar, bahkan ada yang diangkat dari bangsa asing.
Pengangkatan orang luar biasanya dilakukan oleh raja karena raja memandang
orang luar tersebut sangat layak untuk memangku jabatan yang diberikannya.
Jabatan yang diberikan kepada orang asing misalnya jabatan Syahbandar.Dalam
beberapa contoh pengangkatan orang asing menjadi Syahbandarterjadi seperti
orang India menjabat syahbandar di Kerajaan Aceh, orang Cina di Selebar, orang
Cina dan Gujarat di Banten, orang Belanda di Cirebon, dan orang Aceh di Kutai.
Para pedagang memiliki kedudukan penting pula dalam struktur masyarakat pada
kerajaan Islam. Peran padagang sangat penting karena mereka sangat menentukan
terhadap aktivitas perdagangan kerajaan. Sedangkan kebesaran dan kekuatan
kerajaan tersebut sangat tergantung kepada perdagangan. Di Aceh misalnya para
pedagang disebut dengan sebutanorang kaya.
3. Golongan non elite
Golongan ini merupakan golongan rendah yaitu golongan rakyat
banyak. Dalam struktur masyarakat di Jawa, golongan ini disebut dengan sebutan
wong cilik.Adapun yang termasuk golongan ini yaitu petani, nelayan, para
tukang. Kehidupan mereka biasanya sangat bergantung pada golongan elite.
Misalnya di Jawa, ada sekelompok petani yang pekerjaannya menjadi penggarap
tanah yang dimiliki oleh golongan bangsawan.
4. Golongan hamba sahaya atau
budak
Golongan
ini merupakan golongan paling rendah dalam struktur masyarakat. Kehidupan
mereka sangat ditentukan oleh orang lain, dengan kata lain mereka hidupnya
tidak merdeka. Golongan budak dapat terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya karena tawanan perang, dan tidak mampu membayar utang. Pada masa
lalu, sering terjadi perang antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok
yang lainnya. Kelompok yang kalah perang biasanya menjadi tawanan yang kemudian
dijadikan budak. Mereka harus menghamba kepada kelompok yang mengalahkannya.
Ada pula, perbudakan terjadi ketika seseorang tidak mampu membayar utang.
Sebagai pengganti pembayaran utang, maka orang yang mengutang tersebut
akan menjual dirinya atau anggota keluarganya untuk menghamba atau
menjadi budak kepada orang yang memberikan utang. Seorang budak dapat berpindah
dari seorang pemiliknya kepada yang lain. Pemindahan kepemilikan budak ini
biasanya dilakukan melalui proses perdagangan. Jadi budak tersebut dapat
diperjualbelikan.
Golongan
ini merupakan golongan rendah yaitu golongan rakyat banyak. Dalam struktur
masyarakat di Jawa, golongan ini disebut dengan sebutan wong cilik.Adapun yang
termasuk golongan ini yaitu petani, nelayan, para tukang. Kehidupan mereka
biasanya sangat bergantung pada golongan elite. Misalnya di Jawa, ada
sekelompok petani yang pekerjaannya menjadi penggarap tanah yang dimiliki oleh
golongan bangsawan.
B.
EKONOMI PADA MASA KERAJAAN ISLAM
Pada masa Islam, kegiatan
perekonomian terutama menyangkut perdagangan sudah maju dengan pesat.
Berdirinya bandar-bandar atau pelabuhan tempat transaksi biasanya dilakukan
adalah fakta yang menguatkan hal itu. Berbagai bandar itu tidak hanya disingahi
oleh pedagang prbumi, tapi juga oleh pedagang asing/mancanegara. Pedagang dari
mancanegara umumnya berasal dari arab, persia, China, bahkan dari Eropa. Pedagang
dari arab memperjualkan permadani, kain-kain, dyl. Uniknya, pedagang dari arab
seringkali membentuk komunitas Arab yang dikenal dengan nama kampung Arab.
Sering dijumpai kampung ini terletak di daerah pesisir. Namun tak jarang
kampung ini juga dibentuk di daerah yang jauh dari garis pantai, dan cenderung
dekat dengan pusat kota yang ramai.
C.
PEMERINTAHAN PADA MASA KERAJAAN
ISLAM
Islam
masuk ke Indonesia dan memengaruhi berbagai segi
kehidupan masyarakat Indonesia termasuk juga segi pemerintahan yakni dengan
munculnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Kerajaan kerajaan di Indonesia yang
bercorak Islam secara geografis terletak di sepanjang pesisir pantai. Hal ini
disebabkan karera terbentuknya kerajaan dimulai dan kota-kota pelabuhan yang
berfungsi sebagai kota transit sehingga mata pencaharian masyarakatnya di
sektor pertanian dan perdagangan atau disebut maritim.
D.
FILSAFAT PADA MSA KERAJAAN ISLAM DI
INDONESIA
Perkembangan filsafat pada masa penyebaran Islam di Indonesia sangat dipengaruhi
oleh ajaran tasawuf. Kedatangan tasawuf ke Indonesia diperkirakan bermula
sekitar abad XIII dan para ahli tasawuf mulai berkembang di Indonesia dimulai
sekitar abad XV-XVI, terutama di Jawa dan Sumatera. Pada masa tersebut di Aceh
hidup ahli tasawuf seperti Hamzah Fanshuri dan Syamsuddinas-Samatrani.
E.
KEPERCAYAAN PADA MASA KERAJAAN ISLAM
DI INDONESIA
Setiap suku bangsa, selain
memiliki kepercayaan lokal masing-masing, juga memiliki sistem pengetahuan dan
cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masuknya unsur baru dalam
kehidupan tentu saja mendapat reaksi yang berbeda-beda. Adanya hukum adat yang
terbentuk dari tradisi sosial budaya masyarakat setempat merupakan bentuk
paling jelas dari institusi lokal yang mengatur tatanan masyarakat. Berdasarkan pengelompokan yang
diperkenalkan oleh pelopor studi hukum adat, Van Vollenhoven, terdapat Sembilan
belas wilayah hukum adat yang mengisyaratkan agama Islam tersosialisasikan
dalam masyarakat yang memiliki ciri adat tertentu. Interaksi antara hukum Islam
dan hukum adat yang tinggi telah ada sebelum Islam menjadi perdebatan
diberbagai daerah. Daerah yang keterkaitannya dengan adat begitu tinggi dan
paling intens menerima proses islamisasi antara lain Aceh, Sumatera Barat, dan
Sulawesi Selatan. Terutama menyangkut persoalan untuk mempertemukan atau
menyelaraskan agama dan adat dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA